Rahim Pengganti

Bab 141 "Pengajuan Permohonan Pernikahan"



Bab 141 "Pengajuan Permohonan Pernikahan"

0Bab 141     

Pengajuan Permohonan Pernikahan     

Gina kira semuanya sudah berakhir, setelah selama satu Minggu calon suaminya itu tidak ada kabar, serta ayah dan bundanya juga tidak banyak membahas membuat Gina begitu bahaya namun, kebahagian itu nyatanya hanya sebentar di saat dirinya libur kuliah, Gina dipaksakan untuk kembali terbangun dari mimpi ketenangan sebelumnya.     

Pagi ini di hari Kamis yang indah, karena hanya hari ini Gina bisa tidur dan istirahat akibat rutinitas kampus yang super duper banyak, harus diganggu dengan kedatangan pria itu lagi, siapa lagi kalau bukan Daffa.     

Gina yang enggan membuka matanya, hanya berpura pura tertidur. Sudah suka kali mbak Susi masuk ke dalam kamarnya hanya demi membangunkan Gina namun, tidak sedikitpun Gina mau bergerak dari kasurnya. Wanita itu tidak suka quality time dirinya diganggu oleh orang asing.     

Hingga bunda Carissa yang harus turun tangan membangunkan sang anak bungsu.     

"Adik bangun buruan itu kasihan Daffa nungguin kamu di bawah," ucap bunda Carissa. Wanita itu tahu, bagaimana sulitnya Gina bangun dari tidurnya jika libur. Dan hal itu juga terkadang membuat kesal Cariss atau pun Bian. "Udah biarin adik tidur dulu Bun, ini hari liburnya," ucap seseorang di depan pintu. Carissa menoleh ke arah belakang, ada Ryu yang berdiri dengan setelan jas yang begitu terlihat tampan. Mendengar hal tersebut, membuat Gina tersenyum di balik selimut.     

"Aku padamu bang," batinnya. Ryu berjalan ke arah bundanya, dan duduk di sofa yang ada di dalam kamar ini. Terdengar jelas helaan napas dari bunda Carissa. "Gak bisa bang, kasihan nak Daffa di bawah sudah dari tadi nunggu adik kamu. Dia juga baru pulang dari tugas, langsung ke sini pagi pagi," omel bunda Carissa.     

"Tapi ini hari liburnya adik Bun, kita gak bisa maksa diam kasihan adik kalau di ganti, laki laki itu juga kan bisa menunggu. Kalau emang dia mengerti," ujar Ryu. Carissa menatap ke arah anak laki lakinya itu, baru kali ini Ryu bersikap seperti ini, terlihat dengan sangat jelas kalau pria itu tidak suka dengan kehadiran Daffa di sana. "Kenapa kalian di sini?" tegur seseorang. Ryu dan bunda Carissa menoleh ke belakang, di sana ada Bian yang sudah terlihat rapi dengan setelan jas.     

"Turun, kasihan nak Daffa di bawah sendirian. Kamu juga bang, bukannya ada rapat pagi ini, kenapa berada di sini."     

Keduanya pergi dari kamar Gina, tidak ada yang bjsa membantah titah dari Bian, jika tidak mau melihat singa marah. "Kalau sampai adik gak turun ke bawah, maka ayah benar benar kecewa sama adik, dan jangan harap apa yang adik minta kemarin ayah berikan." Setelah mengatakan hal itu Bian segera keluar dari dalam kamar anaknya. Gina membuka selimut yang menutupi wajahnya, wanita itu terlihat begitu kesal dengan apa yang diucapkan oleh sang ayah. Gina berteriak dengan begitu kencang, kesal ya itulah yang dirasakan oleh Gina saat ini.     

"Ya ampun, kenapa hari libur yang begitu indah harus di ganggu oleh kedatangan dia. Rasanya aku mau makan dia hidup hidup," ucap Gina dengan kesal. Gadis itu sangat tidak suka dengan namanya diganggu tapi, tidak mungkin dirinya tidak melakukan apa yang sudah dititahkan oleh sang ayah, bisa bisa rencana ganti mobil baru akan lenyap dan Gina tidak mau hal itu terjadi. Gadis itu lalu, beranjak dari tempat tidurnya masuk ke dalam kamar mandi dan mulai melanjutkan aktivitasnya.     

***     

Di meja makan semuanya sedang mengobrol lebih tepatnya hanya ayah Bian dan Daffa saja, sedangkan Ryu sedang sarapan pagi laki laki itu tidak suka dengan sikap sang ayah yang seketika berubah sejak perjodohan itu.     

"Selamat pagi," sapa Gina yang baru keluar dari dalam kamarnya, dengan baju yang terlihat pas di badan membuat siapa saja akan menatap Gina dengan takjub, begitu juga dengan Daffa pria itu bahkan tidak berkedip ketika Gina melangkahkan kakinya ke arah meja.     

"Pagi tuan putri, kenapa bangunnya terlambat?" tanya Carissa dengan penuh penekanan. Sedangkan Gina hanya menampilkan raut wajah tersenyum saja, gadis itu lalu duduk di samping Ryu, dengan sigap Ryu mengambilkan nasi goreng dan teman temannya ke piring Gina seperti biasanya. "Thanks Abang sayang," ucap Gina. Ryu hanya menampilkan raut wajah datarnya, hal itu membuat Daffa menatap Gina dengan intens.     

"Manja," batin Daffa. Senyum mengejek terlihat dengan sangat jelas, rasanya Daffa tidak menyangka jika wanita yang akan menikah dengannya adalah wanita ya begitu manja.     

Mereka menikmati sarapan pagi, sesekali Gina melirik ke arah pria yang berseragam itu, gadis itu begitu kesal dengan Daffa yang sok sokan datang ke rumah nya dengan masih menggunakan pakaian lengkap.     

"Pamer … emang harus banget gitu, pake pakaian gini. Dasar!!! Tukang pamer," ucap Gina dalam hati. Gadis itu sangat tidak suka jika ada orang yang ingin memperlihatkan dirinya, padahal hal seperti itu tidak penting, dan menurut Gina apa yang dilakukan oleh Daffa sama halnya dengan orang orang itu. Yang mau pamer, agar dilihat hebat.     

Setelah selesai sarapan, Gina dan Daffa langsung berangkat pergi keduanya akan pergi ke kelurahan dan kecamatan untuk mengurus semuanya. Tadi ayah Bian sudah mengatakan bahwa orang orangnya bisa membantu namun, Daffa menolak pria itu ingin melakukan semuanya seolah diri. Begitu juga bapak dan ibu Daffa, mereka sudah menawarkan hal yang sama namun, kembali di tolak oleh Daffa. Padahal jika ada yang mengurus, Daffa tidak perlu repot repot datang pagi pagi setelah lepas jaga ke rumah Gina.     

Selama di dalam mobil tidak ada suara yang terdengar, hanya suara mesin mobil saja. Gina fokus menatap ke arah kendala, sesekali Daffa melirik ke arah calon istrinya itu. Sungguh pria itu rasanya ingin berontak dan menolak perjodohan ini namun, hal tidak akan mungkin terjadi karena dirinya tidak mau membuat sang ibu bersedih karena penolakan yang dirinya berikan.     

"Ayo!!" ajak Daffa. Dahi Gina berkerut, karena tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Daffa. "Ayo, kita harus minta surat keterangan. Setelah itu, kita pergi ke batalyon untuk mengurus semuanya," ucap Daffa. Tidak ada banyak suara yang keluar dari mulut Gina, wanita itu lalu ikut turun dari mobil. Mengikuti pergi ke mana Daffa mengajaknya.     

Di dalam ruangan tersebut, keduanya diminta untuk menunggu, dan hal seperti ini adalah hal yang paling tidak di sukai oleh Gina. Wanita itu sudah memasang wajahnya dengan cemberut. Daffa yang melihat hal itu, menyunggingkan senyumannya. Gina terlihat sangat lucu, dan menggemaskan.     

Setelah sekitar dua puluh menit menunggu, akhirnya surat yang diminta oleh mereka berdua selesai.     

"Adiknya baik banget mau nungguin Abang nya di sini, SMA kelas berapa dek?" tanya seorang ibu ibu, yang mengurusi surat tersebut. Gina menatap tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh wanita tersebut, tapi Gina malas untuk menjawabnya wanita itu hanya tersenyum tipis, sedangkan Daffa berusaha menahan tawanya. Pria itu tidak ingin membuat Gina menjadi marah.     

"Terima kasih banyak Bu," ucap Daffa. Ibu tersebut, menjawab dan menganggukan kepalanya sedangkan Gina sudah ingin keluar dari dalam sana namun, ada hal yang tidak terduga oleh Daffa ketika melihat Gina berbalik dan menatap ke ibu tersebut. "Ada yang bisa saya bangun dek?" tanya ibu itu.     

Gina tersenyum ke arah sang ibu, "Saya bukan anak SMA, saya seorang mahasiswi kedokteran. Dan dia bukan Abang saya, tapi calon SUAMI saya," ucap Gina dengan penuh penekanan. Sedangkan ibu tersebut kaget, dengan apa yang dirinya dengar. Gina segera berjalan menarik tangan Daffa untuk keluar dari dalam sana. Wanita itu sudah sangat kesal dengan hari ini, tidurnya terganggu, istirahat nya juga tidak cukup, lalu ditambah dengan keadaan yang membuat Gina semakin kesal.     

Brak!!     

Pintu mobil Daffa di tutup dengan kencang, membuat Daffa terkejut akan hal itu. Pria itu hanya bisa mengelus dadanya, menatap ke arah mobilnya.     

***     

Mobil tersebut lalu parkir di sebuah restoran, Daffa memilih mengajak Gina untuk makan siang lebih dulu, sebelum pergi ke tempat selanjutnya.     

"Ayo! Kita makan siang dulu, baru lanjut lagi untuk mengurus beberapa berkas lainnya," ajak Daffa, pria itu sudah membuka pintu mobilnya namun, Gina masih berdiam diri. Melihat hal itu membuat Daffa kebingungan. "Kenapa?" tanya pria itu saat melihat Gina yang tidak bergerak sedikit pun dari tempat duduknya.     

"Kamu mau makan atau pamer?" tanya Gina. Daffa tidak mengerti dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Gina, pria itu lalu menatap ke arah Gina dengan penuh tanda tanya. "Maksud kamu?" tanya Daffa balik, Gina memejamkan matanya sejenak lalu menarik napas dan menghembuskannya.     

"Kamu mau keluar, terus semua pasang mata menatap ke arah kita gitu?"     

"Apa ada yang salah dari saya?"     

Sungguh Daffa sangat tidak tahu, ada apa dengan Gina. Wanita itu malahan berdecak kesal dengan apa yang terjadi membuat Daffa jadi bingung.     

"Kalau kamu masih mau keluar dengan pakaian lengkap seperti ini, silakan aku tunggu di sini saja," ucap Gina dengan datarnya. Daffa mengerti sedikit banyak dirinya sudah banyak bertanya tentang Gina dengan sang adik, dan apa yang diucapkan oleh Dewa benar bahwa wanita yang ada di sampingnya itu tidak suka jadi bahan sorotan orang orang. Sepertinya sudah sejak tadi Gina tidak nyaman, hanya saja masih dirinya tahan berbeda dengan saat ini yang akhirnya Gina luapkan.     

Daffa menoleh ke arah belakang, lalu mengambil sebuah kaos. Di geser kan nya kursi mobil tersebut, dan mulai membuka baju seragamnya. Hal itu sontak saja membuat Gina melotot tajam melihat aksi yang dilakukan oleh Daffa, yang benar benar di luar nalar dirinya.     

"Sudah saya ganti, apa saya juga harus ganti celana juga?" goda Daffa. Mendengar hal itu membuat Gina langsung keluar dari mobilnya, wanita itu tidak mau berlama lama di dalam sana dengan Daffa yang selalu bisa membuat kepalanya sakit.     

Daffa tertawa, pria itu sangat senang melihat raut wajah Gina yang memerah menahan kekesalannya, lalu dirinya pun segera turun dari tempat tersebut, meskipun Daffa tidak menggunakan seragamnya. Tapi aura yang dihasilkan, oleh pria itu masih saja membuat para wanita menatapnya dengan begitu liar.     

Keduanya berjalan ke arah meja kosong, Daffa lalu memanggil pelayan dan mulai memesan beberapa makanan untuk mereka, setelah selesai pelayan itu pergi dari keduanya.     

"Saya sudah memesan sesuai dengan biasa kamu makan," ujar Daffa. Namun, Gina tidak peduli wanita itu tetap dalam mode kesalnya.     

Gina fokus dengan ponselnya karena para teman temannya sedang chat di group, membuat Gina menyimak obrolan mereka yang selalu berakhir dengan ghibah. Hingga sebuah gambar di kirimkan ke group, foto tersebut adalah gambar dirinya dengan Daffa yang berjalan bersama menuju tempat duduk mereka sekarang.     

"Kamu kenapa? Lagi cari siapa?" tanya Daffa. Gina tidak menggubris ucapan dari Daffa matanya masih sibuk mencari keberadaan semua teman temannya, dan benar saja mereka ada di pojok ruangan resto sambil menatap ke arah Gina dengan senyuman yang lebar.     

Daffa sejak tadi, menatap ke arah Gina. Pria itu tidak pernah melarikan tatapan matanya, Gina yang tertawa dengan sangat lepas terlihat begitu cantik, saat ini meja yang awalnya diisi oleh Gina dan Daffa menjadi ramai karena ada Dewa dan teman temannya lainnya.     

"Abang sama Gina dari mana?" tanya Akbar.     

"Saya sedang mengurus semua berkas berkas," jawab Daffa.     

"Kenapa gak minta bantuan pakde aja sih bang, capek capek ngurus sendiri," sahut Sekar.     

"Rasanya beda kalau mengurus semuanya sendiri.     

"Iya beda, bisa pamer kan."     

Tatapan mata Gina dan Daffa bertemu, hal itu membuat ketiga orang tersebut terdiam, mereka saling memberikan kode satu dengan lainnya dari lirikan mata mereka.     

"Kalian masih mau melanjutkan kegiatannya? Gue sama yang lain dulu ya Na. Bang, gue pulang," pamit Dewa. Daffa menganggukkan kepalanya, Sekar dan Akbar juga ikut pamit hingga akhirnya kembali hanya mereka berdua di meja tersebut.     

"Kita mau ke mana lagi?" tanya Gina.     

"Kita ke kantor kecamatan untuk meminta surat dan mengurus semuanya, lalu setelah itu kita ke batalyon untuk mengambil beberapa berkas yang harus diurus juga untuk pengajuan," jelas Daffa. Gina menganggukkan kepalanya, keduanya lalu beranjak dari tempat tersebut.     

Suasana mobil kembali, sunyi sebelum akhirnya Gina menghidupkan radio yang ada di dalam mobil tersebut. Lantunan musik yang begitu merdu membuat Gina tanpa sadar ikut bernyanyi dan hal itu membuat Daffa terkejut dengan suara yang begitu indah milik Gina.     

Lagu yang dinyanyikan oleh Gina, membuat pria itu mengingat akan suatu hal, dimana dulu waktu itu begitu sering dirinya dengar dinyanyikan oleh seseorang.     

"Lagu kesukaan Mel," gumam Daffa dengan suara yang sangat kecil. Namun, masih bisa terdengar oleh Gina, wanita itu menoleh ke arah Daffa tapi hanya sebentar gadis itu kembali fokus ke arah depan, "Sepertinya gue salah dengar," batin Gina.     

***     

Hari demi hari dilalui oleh Gina dengan begitu banyak persiapan pernikahan mereka, pengajuan demi pengajuan dilalui oleh Gina. Dan hari ini dirinya harus mengurus semuanya seorang diri, karena Daffa harus kembali bertugas selama satu Minggu ke Solo. Rasanya Gina ingin menangis jika dirinya mengingat bagaimana banyak sorot mata yang memandang dirinya dengan begitu remeh.     

Banyak juga gunjingan negatif yang Gina dengar, apalagi ketika dirinya belum menyebutkan nama belakangnya. Namun, ketika Gina mengatakan hal itu seolah semuanya tidak berani lagi berkata buruk akan dirinya.     

"Nih buat lo," ucap Dewa. Gina mengangkat kepalanya wanita itu lalu mengambil air mineral, yang diberikan oleh calon adik iparnya itu. "Makasih adik ipar," goda Gina. Dewa langsung memasang wajahnya kesal, bukan karena dirinya tidak suka dengan panggilan tersebut hanya saja. Dewa sedikit geli akan hal itu, teman nya ternyata akan menjadi kakak iparnya. Sungguh terkadang Dewa, masih tidak percaya akan hal itu.     

"Udah deh, gak usah ngeledek. Masih berapa banyak lagi berkasnya?" tanya Dewa.     

"Masih lumayan banyak Wa. Gue aja kagak tahu, ini urusan kapan selesainya, karena gue udah bosan banget sumpah. Gue udh capek," keluh Gina. Terlihat dengan sangat jelas dari raut wajahnya, bahwa wanita itu sudah ingin menyerah namun, hal itu tidak mungkin karena semua yang dirinya lakukan sudah hampir 80% untuk persiapan ini saja. Dewa menatap ke arah sahabatnya itu, pria itu mengerti bagaimana jadi seorang calon istri dari tentara dengan segudang banyaknya peraturan yang terkadang dirinya sendiri saja pusing apa lagi Gina yang harus melaluinya seorang diri.     

"Udah lo sabar aja, semua akan selesai kon," ucap Dewa. Gina hanya menampilkan senyuman manisnya, gadis itu lalu segera beranjak dari tempat duduknya dan kembali berjalan menuju salah satu ruangan, harusnya ini dilakukan berdua dengan Daffa hanya saja karena Daffa sedang menjalankan semua tugas di luar kota membuat Gina melakukan semua nya seorang diri.     

Tes kesehatan adalah hal yang banyak ditakuti oleh setiap gadis yang akan menikah dengan tentara, tapi berbeda dengan Gina wanita itu bahkan bersikap biasa biasa saja melakukan banyaknya rangkaian tes yang dilakukan bahwa dibandingkan dengan yang lainnya, hanya Gina yang santai.     

"Mau tes kesehatan juga mbak?" tanya seorang wanita yang baju sama dengan Gina, wanita itu terlihat pergi bersama dengan pasangannya, dan hanya Gina seorang diri yang tidak bersama dengan pasangan. Tidak mungkin dirinya, menarik Dewa yang sedang menunggu di luar untuk masuk. Rasanya Gina saat ini ingin mencekik leher Daffa, sungguh calon suaminya itu terlalu taat menurut Gina. Padahal jika Daffa ingin izin pasti bisa, itu yang dikatakan oleh Ibu Sri kepada Gina. "Iya mbak," jawab singkat Gina.     

"Pasangannya pasti lagi tugas ya, maka nya mbaknya sendirian. Nanti di dalam kalau ditanya udah pernah sama siapa, bilang aja sama mas nya. Aku juga diajarin gitu sama senior yang udah duluan nikah." Wanita itu terus berbicara membuat Gina mual mendengarnya, Astaga rasanya Gina ingin cepat cepat pulang dan mengistirahatkan kepalanya, lama lama berada di dekat orang orang seperti ini membuat kepala Gina semakin pusing.     

Tak lama nama Daffa dipanggil, membuat Gina segera masuk ke dalam sebuah ruangan yang menurut cerita orang orang di luar sana begitu mengerikan, tapi ketika Gina masuk ke dalam sana hal yang pertama dirinya lihat adalah tempatnya begitu bersih dan tidak semengerikan apa yang diceritakan oleh orang banyak. Rangkaian tes sudah dijalani oleh Gina, dokter yang memeriksa dirinya juga terlihat ramah tidak seperti apa yang di katakan oleh mbak mbak di luar tadi. "Oke terima kasih pemeriksaannya sudah selesai, nanti hasilnya bisa di ambil di bagian depan ya, semangat untuk pengajuan selanjutnya," ucap dokter yang bernama Alwa, Gina lalu pamit dari ruangan tersebut, sudah selesai rangkaian urusannya hari ini dan Gina ingin segera pulang, badan begitu lelah dan ingin segera tidur.     

Gina berjalan ke arah mobil yang sudah ada Dewa yang menunggu, dengan high heel yang wajib dirinya gunakan membuat langkah kaki Gina sedikit terhalang, karena tidak biasa menggunakan sepatu seperti itu.     

"Hufthh!!"     

"Udah selesai Na?" tanya Dewa.     

"Udah antar gue pulang ya, gue udah capek banget Wa. Rasanya pengen remahan saat ini," jawab Gina.     

"Diapain aja sih di dalam, sampai selama ini, gue jadi jamuran tahu gak. Untung aja komisi yang diberikan bang Daffa besar dan sesuai kalau gak, sorry aje gue mau nunggu kayak gini," ucap Dewa.     

Gina tidak memperdulikan dewa yang sibuk berkomentar, wanita itu sudah mencoba memejamkan mata nya, sungguh hari ini sangat lelah, banyak hal yang harus dilakukan oleh Gina. Pagi harinya dirinya datang untuk mendaftarkan berkas, lalu kembali ke kampus dengan segudang urusan yang membuat kepala Gina hampir pecah. Dan kembali lagi ke tempat ini, rasanya jika tubuhnya bisa di fotocopy Gina ingin sekali mengcopy dirinya supaya dia tidak repot dengan segudang kegiatan yang tidak ada hentinya.     

Ponsel Dewa berdering, wajah pria itu sudah masam, dapat dipastikan siapa yang menelponnya di jam seperti ini kalau bukan abangnya sendiri yang selalu bertanya tentang Gina. Hal yang membuat Dewa kaget adalah, kedua manusia ini tidak saling nge save nomor mereka masing masing.     

"Apaan," ucap Dewa langsung.     

"Sopan sama orang yang lebih tua, Ibu dan Bapak tidak pernah mengajarkan kamu seperti itu jika menerima telpon Dewantara!!" Terdengar sangat jelas nada bicara Daffa begitu dingin membuat Dewa seketika malas jika abangnya itu yang nelpon, selalu saja seperti ini, dan lagi dan lagi Dewa yang salah.     

"Kalau Abang mau tanya, Gina gimana. Dia ada di sebelah gue, saat ini sedang memejamkan matanya, sepertinya hari ini begitu melelahkan."     

Daffa hanya terdiam, pria itu mendengarkan setiap kalimat yang dikeluarkan dari mulut adiknya, ada perasaan yang lega ketika mendengar bahwa Gina melewati semuanya dengan baik, Daffa merasa sedikit bersalah dengan gadis itu, karena masuk ke dalam dunianya yang belum tentu akan ada kebahagian di dalamnya, karena Daffa tidak berani memberikan hal tersebut, pria itu masih berharap bisa bertemu dengan Mel dan menjalin hubungan dengan wanita impiannya itu. Egois ya Daffa memang egois, pria itu selalu mementingkan keinginannya seorang diri dari pada memikirkan bagaimana perasaan orang lain.     

"Gue mau pulang dulu bang, lo kalau masih pengen tanya gimana Gina tadi bisa langsung. Gue capek jadi perantara kalian berdua, ntar gue kirim nomornya." Dewa langsung menutup telepon tersebut, dan menjalankan mobil karena dewa yakin saat ini, Gina sangat membutuhkan banyak waktu untuk istirahat karena begitu banyaknya rutinitas yang membuat Dewa sendiri yang melihatnya lelah apa lagi Gina.     

***     

Tiga puluh lima menit berlalu, mobil yang dikendarai oleh Dewa sudah sampai di depan rumah Gina, pria itu ingin membangunkan Gina namun diurungkan ketika mendengar kaca mobilnya di ketuk oleh orang lain dari luar.     

"Tidur?" tanya Ryu.     

"Iya bang, seperti capek. Tadi Dewa mau banguni," jawab Dewa dengan perasaan yang sedikit tahu, jujur saja Dewa takut jika Ryu salah paham. Pria dingin itu lalu membuka pintu mobil dan mulai membawa Gina ke dalam gendongannya.     

"Lo tolong bawa tas dan berkasnya, biar gue yang gendong Gina." Dewa langsung menganggukkan kepalanya dan mulai membawa semua berkas dan juga tas Gina ke dalam rumah mengikuti Ryu yang sudah berjalan lebih dulu.     

###     

Selamat membaca ya, semoga tetap suka dengan kisah Gina dan Daffa. Terima kasih buat kalian semua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.